Halaman Muka Blog

Jumat, 01 Februari 2013

KURVA PHILIP( Hubungan upah dengan pengangguran)



Apa( konsep )Kurva Philip itu?

 Philips adalah seorang ekonom London yang meneliti perekonomian negara inggris; meneliti hubungan antara menurnnya  upah pekerja(inflasi) dengan tingkat pengangguran yang digambarkan dalam bentuk Kurva. Jadi  Kurva Philips adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara tingkat pengangguran dengan tingkat inflasi di sebuah negara. Menurut Kurva Philips, hubungan keduanya adalah berbanding negatif. Jadi ketika inflasi naik(upah buruh naik), maka jumlah pengangguran turun. Dan ketika upah buruh turun/rendah( inflasi turun), maka jumlah pengangguran naik jumlahnya. Kedua poin dalam makroekonomi ini menjadi pilihan yang begitu rumit.

Kita ingin menurunkan inflasi, namun di saat yang sama hal itu akan menyebabkan jumlah pengangguran bertambah. Kita ingin mengurangi pengangguran, namun di saat yang sama hal itu akan menyebabkan inflasi menjadi tinggi. Lalu? Pilih yang mana dong?

Tiap negara punya prioritasnya masing-masing (sebab pola kurva phillips tiap negara juga berbeda-beda), meskipun kedua hal ini (inflasi maupun pengangguran) sama-sama penting. Mau contoh?

Indonesia: Inflation Targetting
Indonesia. Ya, negara kita ini cenderung memilih mengatur inflasi ketimbang pengangguran. That's why setiap tahunnya pemerintah kita lebih gencar mengumumkan target inflasi tahun depan. Dan di akhir periode pula, keberhasilan perekonomian selalu diukur dengan tercapainya target inflasi atau tidak. Belum pernah saya mendengar kehebohan pemerintah kita mengumumkan target pengurangan tingkat pengangguran di awal tahun dan mengumumkan realisasinya di akhir tahun (meskipun laporan statistikanya memang ada). Mungkin pengangguran hanya sekedar data statistika yang urgensinya masih kalah jauh ketimbang inflasi.

Inflasi sebagai salah satu dinamika perekonomian adalah hal yang diprioritaskan pemerintah sebab dampaknya langsung terasa di masyarakat. Seperti itu yang sering kita dengar dan kita baca di berbagai media. Iya benar. Hal itu memang benar. Ketika inflasi tinggi, maka harga-harga barang yang tinggi akan menyebabkan masyakat kita semakin tercekik dengan sulitnya memenuhi berbagai kebutuhan pokoknya. Singkatnya, inflasi dirasakan dalam jangka pendek dan memiliki efek langsung (direct effect).

Lalu, bagaimana dengan pengangguran? Pengangguran seringkali tidak menjadi prioritas utama sebab efek pengangguran tidaklah dirasakan langsung oleh masyarakat (indirect effect). Dampak yang ditimbulkan dari banyaknya pengangguran pun tidak dirasakan dalam jangka pendek, melainkan dalam jangka panjang. Walaupun demikian, jangan dianggap dampak dari melubernya pengangguran tidaklah dahsyat.


Islandia: Unemployment Targetting
Dari apa yang saya baca di buku The Geography of Bliss, saya menemukan kejutan bahwa Islandia, negara yang langitnya selalu hitam kelam di musim dingin, ternyata lebih memilih memprioritaskan mengurangi jumlah pengangguran ketimbang inflasi. Maka jangan heran dengan harga-harga yang mahal di Islandia.

Menyarikan dari apa yang ditulis oleh Eric Weiner, bagi mereka (warga Islandia), inflasi merupakan cubitan kolektif. Cubitan itu dirasakan oleh semua warga negara tanpa terkecuali. Sedangkan pengangguran adalah cubitan selektif. Cubitan yang hanya dirasakan oleh orang tertentu saja. Bagi mereka itu adalah sebuah ketidakadilan. Maka jangan heran, di Islandia, jika tingkat pengangguran mencapai 5%, itu dianggap skandal nasional dan presiden harus diturunkan.
---
Bagaimana dengan Indonesia? Apa jadinya ketika unemployment targetting dijadikan indikator untuk mengukur keberhasilan pemerintah mengendalikan perekonomian setiap tahunnya? Mungkin nggak ada yang mau jadi presiden karena jumlah rakyat Indonesia ada ratusan juta (yang berarti bila ada 5% jumlah pengangguran, itu sudah termasuk dalam kategori sangat banyak). :)
( belajar online untuk berbagi kpd siswaku)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar